Senin, 25 November 2013

KEMANA ANOAKU KINI ???



Ada yang aneh ketika aku meilihat logo Propinsi Sulawesi tenggara dimana ditengah prisai persegi limanya terdapat gambar ilustrasi binatang endemik Sulawesi tenggara yakni Anoa, penempatan anoa dalam logo daerah dikarenakan oleh Anoa merupakan binatang khas Sulawesi Tenggara. dari jenisnya, dua spesies anoa yaitu: Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi) dan Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis). Keduanya tinggal dalam hutan yang tidak dijamah manusia. Penampilan mereka mirip dengan kerbau dan memiliki berat 150-300 kg, dan anoa akan dilahirkan sekali setahun.
Keanehan yang muncul difikaranku bukanlah bentuk logo melainkan informasi yang terdapat dari logo itu yang mencantumkan Anoa sebagai ikon sulawesi tenggara. Sebagai warga sulawesi tenggara yang sejak lahir di kota kendari dapat kupastikan belum pernah melihat binatang anoa secara langsung di alam yang katanya hanya terdapat di daerah ini padahal pengalaman masuk keluar hutan di sulawesi tenggara sudah terbilang bukan baru lagi.

Lantas kemana anoa itu??? Ada apa dengan Anoa itu??? Apa pantas kami sebagai warga sulawesi tenggara hanya mampu melihat dan mengetahui Anoa dari google??
Aneh, dan sekaligus lucu rasanya……
Tak berhenti disitu, dari beberapa pengalaman keluar masuk hutan di sulawesi tenggara yang tak pernah bertatap muka dengan seekor anoa pun penelusuran lain pun kami lakukan yakni penelusuran yang dikemas dalam bentuk pencarian informasi pada penduduk pedalaman dan juga pada media informasi yakni internet. Hasilnya sangat menghawatirkan….. berdasarkan informasi yang kami peroleh dari masyarakat pedalaman dan tergolong sepuh hampir semuanya mengatakan bahwa kini anoa sudah tidak ada lagi alias punah. Anoa hanya dijumpai sekitar tahun 70 an dan 80 an dan dalam beberapa tehun terakhir anoa sudah tidak mereka jumpai lagi.

Selin informasi dari sumber yang dapat dipercaya itu, yang tak kalah mengagetkannya lagi ketika penelusuran dilakukan di media informasi (google), dimana banyak informasi/artikel yang mengupas mengenai lenyapnya satwa endemik sulawesi tenggara itu. Berikut kutipan beberapa artikel dimaksud, Populasi Anoa di Tanjjung Amolengo 640 Ha pada tahun 2000-2002 hanya berjumlah 5-6 ekor, populasi ini berkurang dari penelitian sebelumnya di tahun 1994-1995 dimana berhasil dijumpai 8-12 ekor anoa. Penyebabnya disebabkan oleh perambahan hutan, peralihan fungsi hutan menjadi kebun jambu mente, kakao dan lainya serta yang tak kalah memprihatinkannya adalah perburuan anoa itu sendiri untuk konsumsi daging dan tanduk oleh masyarakat setempat. Sumber http://jejaksiganteng.blogspot.com/2012/09/makalah-kepunahan-anoa.html

Dalam artikel lain yang mengupas kondisi anoa di daerah kolaka dan kolaka utara juga dapat dilihat pada artikel yang bersumber pada http://nationalgeographic.co.id yang menyatakan bahwa kondisi anoa di kolaka dan kolaka utara menurun drastis disebabkan oleh pengalihan fungsi hutan lindung menjadi hutan produksi yang membuat anoa terdesak, selain itu anoa menjadi hewan buruan untuk dikonsumsi dagingnya.
Mungkin ada baiknya logo sultra diganti, anoa diganti dengan gambar lain yang mencirikan Sulawesi Tenggara yang banyak dijumpai seperti sampah…. Hi…hi…hi…..
Semoga kedepan masyarakat dapat sadar untuk melestarikan binatang khas Sulawesi Tenggara ini, hingga anak cucu kita tidak hanya bisa melihat anoa di google seperti aku sekarang ini… tapi apa itu mungkin??? Anda yang tahu jawabnya……. Salam lestari………….




Penulis : Amran Alimuddin (NA. 2012 011079 001)

Rabu, 13 November 2013

KONDISI WARUNG TENDA DAN KAFE DI BIBIR TELUK KOTA KENDARI



Kota kendari yang merupakan ibu kota propinsi sulawesi tenggara merupakan kota yang memiliki perkembangan cukup pesat dari seluruh aspek dan sektor. Salah satu sektor yang memeiliki tingkat perkembangan yang tergolong tinggi adalah sektor jasa yakni hiburan baik yang sifatnya didalam kawasan tertentu atau didalam ruangan sampai hiburan yang dikemas dalam bentuk yang unik dan disajikan di luar ruangan.
Berdasarkan pantauan yang dilakukan, ada jenis hiburan yang berkembang di Kota Kendari yang ternyata memberikan dampak negatif bagi kondisi lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Jenis hiburan yang dimaksud adalah Warung Tenda atau lebih dikenal sebagai kafe yang tersebar disepanjang bibir pantai teluk kendari. Jumlah warung tenda atau kafe yang tersebar disepanjang bibir pantai Kota Kendari kini telah mencapai angka puluhan unit diluar jumlah warung tenda yang berada di “Kendari Beach” dengan panjang warung atau kefe rata-rata menggunakan jarak 20 s/d 30 meter per tenda, luasnya areal lokasi dagangan disebabkan karena pedagang yang berusaha menyajikan suasana pantai bagi pengunjung.
Besarnya jumlah warung dan luasnya lokasi warung sebenarnya bukanlah menjadi pokok masalah, melainkan masalah dari pengelolaan dan pengawasan yang tidak maksimal dari pemerintah pada pedagang sehingga pada saat warung tenda / kafe tutup (pagi hari hingga sore hari) menyisakan pemandangan yang sangat semraut dan secara tidak langsung mempengaruhi kondisi lingkungan. Terdapat tumpukan meja dan kursi yang hanya tertutup dengan terpal disepanjang bibir teluk kendari, tak berhenti disitu, pengelola warung tenda dan kafe hampir semua telah memasang kaki-kaki penyangga landasan kafe di atas air yang semakin memperburuk suasana.
Kini hampir tidak ada lagi bibir teluk yang steril dari papan yang memiliki kaki yang tertancap di pantai. Dan tentunya memberikan tampilan yang sangat buruk bagi lingkungan utamanya disiang hari.
Selain dampak secara tidak langsung bagi lingkungan yang ditemukan pada keberadaan warung tenda dan kafe, terdapat pula kondisi yang tak kalah memprihatinkannya yang secara langsung berdampak buruk pada kondisi lingkungan yakni pengelolaan persampahan yang tidak terkelola dengan baik. Berdasarkan pantauan yang dilakukan, disepanjang bibir teluk kendari hampir tidak ditemukan tempat pembuangan sampah, dan kondisi tersebut berdampak pada sikap pengelola warung tenda dan kafe yang memiliki tingkat kesadaran rendah pada lingkungan yang membuang sampah langsung keteluk.
Dapat dibayangkan kondisi teluk kendari yang disetiap malamnya harus menampung sampah dari puluhan warung tenda dan kafe ditambah lagi kondisi bibir teluk yang semakin semraut oleh tumpukan meja dan kursi dari warung tenda dan kafe. Butuh dukungan dari seluruh masyarakat dan pemerintah untuk mengatasi masalah ini, karena disadari bahwa himbauan dan ajakan untuk tidak membuang sampah di teluk tentu membutuhkan sarana pendukung yakni tempat sampah di sepanjang teluk kendari.
Semoga kondisi ini dapat berubah, sehingga teluk kendari bisa lestari……. Salam lestari….   





Penulis : Amran Alimuddin (NA. 2012 011079 001)